اهلا و سهلا ومر حبا



ٍُSelamat datang di Blog saya, semoga bermanfa'at...جزاك الله خيرا كثيرا

Selasa, 28 Desember 2010

RENUNGAN JUM'AT

الحمد لله – الحمد لله الذى جعلنا من القائمين وافهمنا من علوم الدين اشهد ان لا اله الله وحده لا شر يك له واشهد ان محمدا عبده ور سو له افضل الخلق اجمعين اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله واصحا به ومن تبعه الى يوم الدين اما بعد : فيا ايهاالحاضرون الكرام اوصيكم ونفسى بتوى الله وافعلوا الخير لعلكم تفلحون

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Marilah kita selalu berusaha dan berupaya untuk meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT yaitu dengan melaksanakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Salah satu kebijakan dalam nilai-nilai Islam ialah adanya azas keseimbangan antara ukhrawi dan duniawi, antara lahir & bathin dan antara kerja mencari rezeki dengan ibadah dan zikir kepada Allah SWT.
Demikian juga yang menyangkut kepentingan individu atau pribadi atau keluarga dengan kepentingan masyarakat.
Nilai kekesimbangan inilah yang mengantarkan dan mengisyaratkan bahwa umat Islam itu menempatkan dirinya sebagai Ummatan wasathan yaitu umat pertengahan dalam hal mencapai hakikat/tujuan hidup yang hakiki.
Posisi umat Islam sebenarnya berada antara dua kelompok yang saling berlawanan arus, Kelompok manusia pertama adalah orang-orang yang menjalankan ajaran doktrin agama hanya bertumpu pada kegiatan aktivitas ukhrawi saja dengan melaksanakan ibadah ritual dan amaliyah-amaliyah keagamaan secara berlebih-lebihan yaitu hanya dalam ruang lingkup ibadah mahdhah saja.
Sedangkan kelompok yang kedua adalah golongan manusia yang ber wawasan keduniaan, yang kegiatan aktivitas hidupnya hanya ingin menggapai sukses dalam karir dan target perolehan harta materi saja, paham atau aliran yang kedua ini menganut paham doktrin sekularisme dan materialisme.
Dalil bahwa umat Islam adalah menempati umat pertengahan adalah dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 143 yang berbunyi :

وكذلك جعلنكم امة وسطا لتكونوا شهداء على الناس
Artinya :
Dan demikianlah Kami jadikan kamu sebagai umat Pertengahan, supaya kamu menjadi saksi ( pembawa keterangan ) kepada manusia .




Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Akidah dan syari’at Islam jelas menolak kedua paham atau doktrin tersebut diatas tadi, Islam mengambil jalan lurus yaitu jalan tengah yaitu status umatnya sebagai Ummatan-wasathan ( umat pertengahan atau keseimbangan ).
Apa yang dilakukan oleh paham/doktrin kedua golongan tersebut tadi adalah saling berlawanan atau kontras sekali antara satu dengan yang lainnya.
Dalam etika/ kaidah hukum syari’at Islam ditemukan prinsip kesimbangan dan prinsip ini akan mewarnai etos-etos kerja dalam Islam, sehingga antara kerja kegiatan ekonomi, sosial dan aktivitas lainnya, dengan ibadah menjadi selaras dan seimbang.
Sejalan dengan itu pula diisyaratkan perlunya keharmonisan kerja kerja ukhrawi tanpa melupakan dan meluputkan kerja-kerja ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Nilai-nilai dan kaidah-kaidah pola keseimbangan dalam syari’at Islam telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW selama hayat beliau, ini terbukti dengan hadits beliau yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir beliau bersabda :

اعمل لد نياك كا نك تعيش ابدا واعمل لاخرتك كا نك تموت غدا

Artinya :
Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya, dan tetapi bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi.

Sungguhpun di isyaratkan kerja keras dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan dan menambah pendapatan income rumah tangga, namun bukanlah zikir dan ibadah diabaikan, Pengertian ini terdapat dalam kandungan ayat 9 – 10 Al Qur’an surah Al Jumu’ah yaitu :
1. Walaupun dalam keadaan sibuk bekerja bila waktu shalat tiba, maka pekerjaan yang sifat duniawi (bisnis ekonomi) harus ditinggalkan sementara.
2. Selapas shalat, hendaklah kembali ke tempat kerja masing-masing dan dalam keadaan bekerja itu di isyaratkan untuk tetap mengingat Allah, berzikir kepadanya.

Pengertian zikir atau mengingat Allah yang selama ini kita tahu hanyalah lafal-lafal kalimah dalam bentuk-bentuk ucapan pengakuan saja, yaitu dengan mengucapkan kalimah zikir berupa kalimah nafy dan isbat yaitu Laa ilaaha illallah , tapi dalam kondisi kerja bukan ucapannya yang terpenting, tapi adalah penerapan atau implementasi dari ucapan zikir itu yang sangat penting, yaitu berupa ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan/hukum Allah SWT.
Dalam bahasa yang lebih mudah, bahwa zikir atau mengingat Allah dalam kondisi kerja tidaklah harus mengucapkan lafal kalimah zikir, tetapi zikir atau ingat kepada Allah dalam konteks kerja ini adalah ingat akan peraturan-peraturan Allah, hukum-hukum Allah beserta larangan-laranganNya atau dalam bahasa yang lebih sederhana lagi yaitu supaya kita waspada dalam bekerja dan kegiatan usaha lainya agar tidak menyimpang dari Ketentuan-ketentuan Agama, sehingga kita terhindar dari perbuatan yang haram dan tercela. Sebagai contah kecil saja : ketika kita berperan sebagai pedagang ikan atau sayur mayor di pasar, tidaklah harus kita menyebut-nyebut kalimah-kalimah zikir dengan berulang-ulang ditengah kerumunan orang dan pembeli (konsumen) tetapi kita harus adil dalam ukuran, adil dalam timbangan dan adil dalam sukatan atau tidak membohongi pembeli atau tidak mengucapkan sumpah palsu demi promosi barang kita, maka inilah makna berzikir yang dikendaki ditempat kerja.
Dan sebaliknya percuma sekali kita mengucapkan lafal-lafal kalimah zikir nafi dan isbat atau zikir hasanat maupun zikir darajat atau bentuk-bentuk zikir tariqat lainnya sementara kita melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT dalam berusaha dan bekerja, maka jadilah zikir kita itu hanya zikir munafik saja, baik munafik dalam jahir kita maupun dalam bathin kita. Na’uzu billahi min zalik.

Ma’asyiral muslimin rahimuakumullah.
Mungkin kita sering mendengar pengajian/ ceramah-ceramah agama yaitu, agar kita selalu ingat atau zikir kepada Allah dimana saja kita berada dan diperingatkan pula kepada kita hendaklah kita melaksanakan sembahyang baik di tempat ibadah, rumah maupun sampai ketempat kerja.
Bentuk-bentuk ingat kepada Allah dalam bentuk melakukan sembahyang ditempat kerja, bukan berarti kita serta merta mendirikan sembahyang secara fisik ditempat kita bekerja, namun maksudnya adalah agar kita mendirikan/memfungsikan makna sembahyang dalam diri kita yaitu sewaktu ditempat kerja kita ingat dan mentaati akan hukum-hukum Allah sehingga kita tidak sampai melakukan perbuatan munkar atau perbuatan keji lainnya, karena sesungguhnya target sembahyang itu adalah sebagaimana firman Allah dalam surah Al-ankabut ayat 48 :

ان الصلا ة تنهى عن الفحشاء والمنكر
Artinya :
Sesungguhnya sembahyang itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar

Jadi bahwa kalau target sembahyang kita sudah tercapai berarti kita sudah tunai dalam melaksanakan sembahyang dalam kondisi dan situasi dimana kita berada.
Inilah sebenarnya kaum muslimin sekalian…! bahwa apa yang disebut orang dengan istilah sholat daaim atau sholatan daaimatan itu.
Sementara yang kita ketahui tentang sholat daaim hanya mengekalkan niat atau mendawamkan niat antara-antara waktu sembahyang fardhu ke sembahyang fardhu lainnya secara terus-menerus dalam 5 kali sembahyang fardhu, kalau ini saja yang jadi pegangan kita berarti kita hanya berada pada ranah/domain ibadah mahdhah saja, maka hendaklah kita tingkat kepada pengertian lain dari sholat daaim dalam tataran ibadah sosial atau ibadah ghairu mahdhah, yaitu ditambah dengan mempertahankan atau mendawamkan atau mendaaimkan kondisi implikasi sembahyang dalam diri kita dengan ingat dan mentati hukum dan peraturan Allah tidak melakukan perbuatan keji dan mungkar serta perbuatan tercela lainnya selama kurun waktu antara sembahyang fardhu yang satu kepada sholat fardhu yang lainnya yang berlanjut dan berputur selama 5 kali sehari semalam hingga akhir hayat kita, inilah sholat daim atau ketaatan kita yang selalu daaiman(terus-menerus) dari sembahyang yang sebenarnya secara fisik didirikan sampai tempat kerja maupun dimana saja kita berada, berarti kita telah melaksanakan sholat daaim atau sholatan daaimtan yaitu zikrullah sepanjang hayat.

Ma’asyiral muslimin rahimukumullah.
Demikian khotbah ini disampaikan dengan kesimpulan bahwa kita Umat Islam adalah Ummatan wassatan (umat pertengahan dan seimbang) dalam melakukan aktivitas ibadah ritual dan ibadah sosial , dan bahwa hakikatnya ruang dan waktu kehidupan hari-hari kita tidak boleh ada waktu kosong yang tidak terisi dengan zikir dan sembahyang baik melalui ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.

واذ قرئ القران فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون
اعوذبالله من الشيطان الرجيم

وابتغ فيما اتك الله الدا رالا خرة ولا تنس نصيبك من الد نيا واحسن كما احسن الله اليك ولا تبغ الفساد في الارض ان الله لا يحب المفسد ين – صد ق الله العظيم

با رك الله لي ولكم في القران العظيم ونفعني واياكم بما فيه من الايات والذكرالحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هوالسميع العليم اقول قولي هذا واستغفرالله العظيم لي ولكم ولسائرالمسلمين والمسلمات والمؤ منين والمؤمنات فاستغفروه انه هو الغفورالرحيم

Sabtu, 25 Desember 2010

RENUNGAN JUM'AT

الحمد لله * الحمد لله الذى امرنا بتربية البنات والبنين * الشهد ان لااله الا الله وحده لاشريك له وهدانا الى الطريق المبين * واشهد ان محمدا اعبد ه ورسوله افضل الخلق اجمعين * اللهم صل وسلم وبارك على سيد نا محمد وعلى اله واصحا به ومن تبعه الى يوم الدين * أما بعد : فيا عباد الله اوصيكم ونفسي بتقوى الله اتقوا الله حق تقته ولاتمو تن الا وانتم مسلمون

Sidang jum’at rahimakumullah
Marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah dengan melaksanakan perintanhNYa dan menjauhi apa-apa yang dilarangNya, karena takwa itu adalah ketundukan kepada keputusan Allah SWT maka kehidupan yang hanya sementara ini akan mempunyai nilai yang berarti.
Beberapa hak yang harus diketahui oleh setiap orang Islam dan sesungguhnya upaya seseorang untuk mengetahui kewajiban dan hak-haknya, mengetahui kewajiban-kewajibannya terhadap Allah dan hamba-Nya termasuk hal yang sangat penting dan merupakan kewajiban yang sangat besar.

Ada sepuluh hak yang harus diperhatikan dan dijalankan oleh setiap muslim, yaitu:
1. hak Allah Ta’ala
2. hak Rasulullah SAW
3. hak kedua orang tua
4. hak anak-anak
5. hak sanak saudara
6. hak suami istri
7. hak pemimpin dan rakyatnya
8. hak tetangga
9. hak kaum muslimin secara umum .
10. hak non muslim (orang kafir).

Sidang jum’at rahimakumullah

Pada kesempatan khotbah jum’at kali ini khatib hanya akan menyampaikan hak anak-anak Dimana anak merupakan amanat Allah SWT yang diberikan kepada kita untuk dididik dan diarahkan serta dibekali dengan ajaran agama. Sebagai titipan, maka kita orang tua wajib menjadikannya anak uang sholeh, bertakwa dan berguna di tengah-tengah masyarakat. Untuk kita sebagai orang tua wajib membekali mereka dengan keimanan, ilmu syariat agama dan ilmu ketrampilan dunia.




Oleh sebab itu Allah SWT mengingatkan kepada kita melalui firmannya dalam Al Qur’an surah An-nisa ayat 9 yang berbunyi :

وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقواالله وليقولوا قولا سديدا
Artinya :
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meniggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.

Pengertian di‘aa faa pada ayat tersebut adalah mengandung pengertian lemah dibidang Iman, lemah dibidang ilmu pengetahuan dan lemah di bidang ekonomi.
Untuk itu anak agar dibekali dengan Iman yang kuat dan kokoh, supaya kelak tidak terombang-ambing oleh gelombang perputaran zaman, supaya anak tidak mudah luntur imannya dikarenakan tajamnya tingkat persaingan hidup pada saat sekarang dan akan datang.
Dalam hal kelemahan iman tersebut maka anak perlu dibekali dengan Ilmu syariat Agama sehingga kelak anak tidak terjerumus dalam perbuatan yang melanggar perintah Agama yang mana perbauatan itu dapat menyebabkan dirinnya masuk dalam neraka.
Allah berfirman :
ياايها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا
Artinya :
Hai orang oarang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ( QS. At Tahrim :6)

Kemudian dalam hal kelemahan ilmu pengetahuan dan kelemahan bidang ekonomi, dalam menghadapi masa depan anak dengan berbagai permasalahan hidup manusia yang akan dihadapi semakin rumit dan kompleks, berkurang sumber daya alam untuk mata pencaharian sehingga memaksa manusia untuk meningkatkan sumber daya manusia untuk memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan untuk mempertahan hidup. Untuk itu anak harus dibekali dengan ilmu dunia artinya ilmu yang dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan dunianya. Supaya jangan sampai menjadi orang yang menjadi beban orang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda :

علموا اولادكم فانهم مخلوقون لزمن غير زمنكم
Artinya :
Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu akan menghadapi suatu zaman yang bukan seperti zaman kalian sekarang ( Al Hadist).


Sidang jum’at rahimakumullah

Tidak bisa disangkal lagi bahwa kita sebagai orang tua (wali asbah orang tua) memiliki kedudukan yang sangat penting dalam mendidik anak (baik tenaga atau pemikiran dan nasehat) bagi orang tua yang sudah tua atau tidak bisa bekerja dsbnya, maka pemikiran dan nasehat sama saja nilainya. Keberadaan orang tua atau wali pengganti orang tua atau orang tua angkat dsbnya sangat sangat mempengaruhi watak anak, prlilaku serta sikap hidupnya
Oleh sebab itu Rasulullah SAW telah memberi peringatan kepada para orang tua atau orang-orang yanh dituakan dan mereka yang dipandang bertanggung jawab terhadap anak dan generasi muda, beliau bersabda :

كل مولود يولد على الفطرة فابواه يهودانه او بنصرانه او يمجسانه
Artinya :
Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadist tersebut menyebitkan kata faa a bawaa hu kedua orang tuanyalah. Ini berarti kedua orang tuanya ataupun yang dituakan mengurus anak sangat menentukan dalam me-warnai dalam tata kehidupan si anak apakah ingin menjadikan dia Yahudi, kristen dan majusi dll, apakah ingian menjadi anak yang sholeh, durhaka,dan terpengaruh oleh budaya dan pergaukan masa kini yang tidak islami dll.

Sidang jum’at rahimakumullah
Dalam mendidik anak, sebaiknya kita tidak memaksakan diri atau mempunyai target agar anak kita menjadi ini dan itu. Sebab urusan pangkat, jabatan, kaya dan miskin atau mulianya anak, semuanya ada di tangan Tuhan. Terlebih pada saat sekarang ini. Ijazah tidak dapat menjamin seseorang mendapat pekerjaan. Bila kita mendidik anak hanya berorientasi kepada ijazah, maka kita akan kecewa, karena kenyataan menunjukkan bahwa setiap tahun lulusan sekolah yang dihasilkan, tetapi lowongan dan formasi pekerjaan sangatlah terbatas. Untuk itu yang penting bagi kita sebagi orang tua adalah hanya membekali anak dengan ke-imanan dan ilmu agama dan ilmu dunia.selajutnya kita mencari pekerjaan dengan maksimal dan selanjutnya tawakal kepada Allah SWT.
Pemberian orang tua yang paling berharga kepada anak adalah sopan santun dan akhlak yang terpuji. Inilah pemberian utama bukan dunia, harta, fasilitas hidup atau kedudukan.
Kita wajib memberikan bekal agama kepada anak-anak kita, karena bila mereka bodoh (awam sama sekali) tentang agama. Sehingga ia melakukan dosa dan maksiat kepada Allah, maka orang tua akan mendapatkan bagian dari dosa yang dilakukan anak-anaknya sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :

من ترك ولده جا هلا كان كل ذنب عمله عليه

Artinya :
Barang siapa meninggalkan anak dalam keadaan bodoh, maka setiap dosa yang dilakukan anak, orang tua menanggungnya. (HR. Muslim dari Abu Dzar).

Karena kita sekarang hidup didunia, maka jangan ditinggalkan anak-naka perlu diajari ilmu dunia ataupun belajar bekerja agara mereka dapat hidup mandiri, tidak bergantung kepada orang lain. Terlebih pada zaman sekarang ini anak-anak perlu diberi pengarahan agar mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.

Sidang jum’at rahimakumullah
Demikianlah khotbah ini disampaikan semoga kita bersama, dapat menunaikan kewajiban kita sebagai orang tua, sehingga kita dan anak turunan kita menjadi manusia yang bertaqwa dan bermanfaat bagi agama dan masyarakat kita. Aamiin yaa rabbal ’alamiin.

واذ قرئ القران فا ستمعواله وانصتوا لعللكم ترحمون
اعوذبالله من الشيطان الرجيم
يا ايها الذين ءامنوا قوا انفسكم واهليكم نارا وقودها الناس والحجارة -- صدق الله العظيم
با رك الله لي ولكم في القران العظيم ونفعني واياكم بما فيه من الايات والذكرالحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هوالسميع العليم اقول قولي هذا واستغفرالله العظيم لي ولكم ولسائرالمسلمين والمسلمات والمؤ منين والمؤمنات فاستغفرو انه هو الغفورالرحيم

Sabtu, 26 Desember 2009

MENYEMIR RAMBUT DAN MEMAKAI CAT KUKU (KUTEKS)

الحدالله رب العالمين والصلاة والسلام على اشرف المر سلين سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين ..اما بعد

Orang memperindah diri tidak hanya dengan pakaian saja, tetapi ada juga yang berhias dengan hiasan-hiasan lainnya, seperti anting-anting, gelang, cincin, kalung dsbnya. Kulit dirawat, supaya tetap halus dan lembut. Rambut yang sudah memutih disemir (dicat), supaya kelihatan rapi dan lebih muda lagi, kuku pun diberi warna, supaya kelihatan cantik dan menarik.
Manusia pada umumnya sangat cinta kepada keindahan, dan rasa estetika pada diri manusia sebenarnya tidak bertentangan dengan Islam, asalkan keindahan itu tidak menjurus kepada maksiat seperti melihat wanita dengan pakaian yang sangat minim, apakah dalam bentuk gambar ataupun dalam bentuk wujud manusia yang sebenarnya “ Allah Maha Indah dan mencintai keindahan “
Dibawah ini akan dijelaskan, bagaimana hukumnya, memperindah rambut dengan cara menyemir dan memperindah kuku dengan cara mengecatnya ?

A. MENYEMIR RAMBUT
Menyemir rambut, tidak hanya sekarang saja dipersoalkan orang, tetapi sejak zaman Rasulullah pun sudah menjadi pembicaraan.
Menurut suatu riwayat, para ahli kitab baik Yahudi maupun Nasrani, mereka tidak mau menyemir rambut dan mengubah warnanya,karena orang yang memeperindah dan menhias diri bisa melupakan pengabdiannya kepada Tuhan dan bahkan meninggalkana agamanya.
Rasulullah melarang umat islam mengikuti tata cara mereka itu,penampilan pribadi ummat Islam tidak boleh sama dengan umat lainnya didalam hal-hal yang bersifat
lahiriah,seperti cara berpakaian,minuman yang menjadi kebiasaan dan gaya hidup mereka. Sebab,kalau sudah mulai meniru mengenai hal-hal yang bersifat lahiriah,maka lambat laun akan meniru ha-hal yang bersifat batiniah (sikap mental, kapercayaan).
Oleh sebab itu,identitas ummat Islam supaya berbeda dengan identitas ummat lainnya, yang terlihatdalam kepribadiannya yang lahiriah, sebagai akibat dari ajaran agama yang dianut.
Hal ini juga berarti, bahwa penghayatan akidah Islam, pelaksanaan ibadah, akhlak, mu’amalat dan tradisi-tradisi, tidak boleh serupa dengan umat lainnya, dengan tujuan untuk memurnikan pengamalan ajaran Islam dan menjauhkan ummat Islam dari nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dalam rangka usaha pembentukkan identitas ummat Islam dan pembinaan kepribadiannya, maka pada tahap awal setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah, beliau membentuk ummat Islam dengan tradisi-tradisi (ajaran) yang khas. Diantaranya adalah menyemir rambut.
Nabi SAW bersabda :

ان اليهود و النصارى لا يصبغون فحالفوهم (رواه البخارى )
Artinya :
Sesungguhnya orang yahudi dan nasrani tidak menyemir (mengecat) rambut mereka. Karena itu, hendaklah kamu berbeda dengan mereka (dengan menyemir rambutmu).

Berdasarkan kepada hadist di atas, maka sebagian sahabat seperti Abu Bakar dan Umar menyemir rambutnya, sedangkan yang lainnya tidak, seperti Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’ab dan Anas bin Malik.
Abu Bakar memakai warna hitam kemerah-merahan atau warna merah, sedangkan Umar hanya memakai warna merah saja.
Berdasarkan hadist di atas dan amalan sahabat, maka sebagian besar Fukaha membolehkan menyemir rambut.
Menurut Mahmud Syaltut, Islam tidak menganjur dan tidak pula melarang ummat Islam menyemir rambutnya. Demikian pula warnanya tidak ditentukan, dan diberi kebebasan kepada masing-masing orang, sesuai dengan usia dan selera.
Untuk diketahui, bahwa di antara ulama yang membolehkan rambut disemir dengan warna hitam adalah : Sa’ad bin Abi Waqas, ’Uqbah bin Amir, Hasan, Husin dan Jarir, sedang ulama yang lain tidak menyetujui kecuali pada sat menghadapi peperangan, supaya musuh takut, karena dalam penglihatan mereka, tentara Islam itu semuanya muda-muda.
Menurut hemat kami, apabila rambut kita sudah memutih, maka sebaiknya dibiarkan saja bagaimana adanya, tidak usah disemir, karena keadaannya sudah demikian (sudah tua). Kenyataan ini harus diterima dan merupakan sunatullah (hukum alam), bahwa semua orang mengalaminya, bila ditakdirkan umur panjang.
Berbeda, kalau usianya masih muda, sedangkan rambutnya sudah mulai memutih karena uban (penyakit/rastung), tentu wajar saja menyemirnya. Selanjynya kurang relevan lagi, bila menyemir rambut itu dikaitkan dengan perang, sebab pada saat ini peperangan dilakukan dari jarak jauh, tidak dapat diketahui secara pasti usia para tentara dari pihak musuh.


B. MEMAKAI CAT KUKU (KUTEKS)
Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa memperindah dan menghias diri, tidak dilarang, asal saja tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Mengenai cat kuku ini yang perlu dipertimbangkan adalah cat kuku itu tidak menghalangi air sampai kepada kulit, termasuk kuku pada saat berwudhu tau mandi wajib.
Pada saat wanita datang bulan; barangkali memakai cat kuku tidak persoalan, karena tidak berwudhu. Tetapi begitu si wanita itu mandi wajib sesudah habis masa haid (datang bulan ) atau mandi wiladah atau mandi nifas, maka cat kuku itu mesti dihilangkan, supaya seluruh anggata badan kena air.
Memang ada juga beda pendapat ulama yang membolehkan cat kuku itu, karena dianggap telah menyatu dengan kuku dan kulit seperti memakai daun pacar dan benda lainnya sejenis daun pacar.
Dalam hal ini kami berpendapat, bahwa memakai cat kuku itu, sehingga air tidak sampai ke bagian dalamnya, sebaiknya tidak usah dilakukan. Berbeda dengan wanita sedang datang bulan, boleh memakai cat kuku. Demikian juga halnya dengan memakai daun pacar dapat dibenarkan, karena tidak menutupi kuku dan hanya merupakan benda pemberi warna, baik pada kuku maupun kulit. (Allahu a’lam bishawab).

Literatur :
1. M.Ali Hasan,Masail Fiqhiyah Al-Haditsah tahun 1998
2. Hasan Ayub, Fiqhul Ibadah, Beirut 1986
3. Muhammad bin ’Alan as-Shadiqy, Dalilul Falihin, Kairo 1971
4. Syaltut Mahmud, Al-Fatawa, Darul Qalam, Kairo
5. Yusif Qradhawi, Al-Halal Wal Haram Fil Islam, al-Maktab al Islam 1978.